Tiap menunggu Nevan di sekolah, ada satu anak yg menarik perhatian saya. Seorang gadis cilik berusia 6 tahun, dg pipi gembil, kulit kecoklatan dan rambut dikuncir dua. Secara visual, saya seperti melihat diri saya 30-an tahun lalu.
Tapi bukan itu sih ceritanya. Gadis cilik yang bernama Ara ini terlihat selalu didampingi sang ayah. Mulai dari jam mulai belajar sampai saatnya pulang, sang ayah berada tak jauh dari sisinya. Menunggu dengan sabar di depan kelas. Bahkan pada jam pelajaran olahraga, sang ayah juga duduk di pinggir lapangan bersama Ara. Gadis cilik ini seperti mengalami "separation anxiety". Hal ini bisa dibilang lumrah untuk anak di usia pra sekolah dan di awal-awal tahun ajaran baru.
Hampir 30 tahun lalu kejadian yang nyaris serupa menimpa saya. Sepanjang kelas 1 dan 2 sekolah dasar, bisa dihitung dengan jari, berapa kali saya duduk di kelas tanpa ditunggui bapak atau mama. Masih jelas dalam ingatan saat bapak duduk di depan pintu kelas dengan bangku kecil, dan dengan sabar menunggui gadis kecilnya yang merajuk bila ditinggal.
Gangguan 'separation anxiety' bukan hanya menimpa anak2. Remaja bahkan orang dewasa juga bisa mengalaminya. Kecemasan berlebihan akan kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan akan sesuatu yang buruk akan terjadi, menjadi pangkal semua masalah.
Berikut tips tips mengelola separation anxiety pada anak seperti yang diambil dari https://kurniaberbagi.wordpress.com/2015/03/10/mengenal-separation-anxiety-kecemasan-akan-perpisahan/
1. Kondisikan kepada anak jika Anda hendak meninggalkan anak Anda. Anda tidak perlu terlalu khawatir dan membatalkan perjalanan atau pekerjaan Anda. Anda tetap bisa meninggalkan anak Anda dengan cara mengkondisikan tentang tujuan Anda. Beritahukan kepada anak bahwa “Ayah harus bekerja sekarang ! Sebentar lagi pasti kembali” atau “Ibu pergi ke pasar dulu ! Adek di sini dulu ya ! Main sama mbak !”. Jelaskan kepada anak alasan Anda pergi dan yakinkan anak bahwa Anda pasti kembali.
2. Berikan kesibukan kepada anak. Sebelum pergi, Anda bisa memberikan kesibukan kepada anak Anda. Misalkan, bermain dengan permainan yang disukainya atau dengan menidurkan anak Anda sebelum anda berangkat. Dengan memberi kesibukan lain dengan pengasuh atau anggota keluarga Anda yang lain (kakek, nenek, kakak) maka anak Anda bisa sejenak bermain atau melakukan kesibukan lain dan dapat beradaptasi dengan perpisahan.
3. Ajari anak tentang kesabaran. Anda bisa menanamkan kesabaran terhadap anak Anda. Jangan takut untuk sementara berpisah dengan anak Anda. Jangan biarkan anak terlalu terpaut dengan Anda. Biarkan anak Anda dapat melatih dirinya untuk sabar menunggu sampai Anda pulang. Tapi yang harus diperhatikan oleh orang tua, anak tetap harus diperhatikan kebutuhannya dan ajaklah anak Anda bermain atau melakukan aktifitas bersama Anda jika Anda sedang bersamanya.
4. Pasangan suami istri harus bekerjasama di dalam mengelola separation anxiety ini. Antara pasangan suami istri harus bersama sama merawat anak dan meyakinkan anak untuk dapat kuat di dalam mengelola ketakutan mereka. Kerjasama yang kuat dan harmonis sangat diperlukan bagi tumbuh kembang anak.
Saya sendiri survived dari 'separation anxiety' selepas kelas 2 SD. Kebetulan kemampuan akademik saya masih cukup baik walaupun tertinggal beberapa bulan pelajaran. Saya bisa masuk kelas 'akselerasi' dan langsung lompat ke kelas 4 SD.
Note : Tulisan ini menerbitkan rindu terhadap sosok almarhum bapak..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar